Nyatakanlah Welas Asihmu Dalam Tindakan


Selamat Datang di ANJALI
Dengan sikap ANJALI _/\_ dan dengan segala rasa hormat saya ucapkan selamat datang di blog ANJALI ini. Semoga ANJALI bisa memberikan manfaat kepada Bapak/Ibu dan Saudara/i Sedharma.

Membina Kerukunan Umat Beragama Berdasarkan Saraniya Dhamma

Kenyataan sosial-budaya menunjukkan bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius, bangsa yang agamis, bangsa yang beragama, bangsa yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agama sekarang ini bisa menjadi sesuatu yang sangat berbahaya apabila tidak dikritisi dengan seksama. Agama yang pada awalnya diperuntukkan bagi pendewasaan diri umatnya dan sebagai pedoman pengendalian diri justru menjadi salah satu pemicu kericuhan dalam masyarakat yang seringkali berakhir dengan tindakan-tindakan yang bersifat anarkis. Pada umumnya masyarakat kita begitu polos dan lugu. Sebagian besar aktivitasnya adalah demi semata-mata memenuhi kebutuhan atau menyambung hidupnya. Mereka biasanya mudah terhasut oleh sentimen-sentimen keagamaan yang disulut oleh kelompok tertentu.

Agama merupakan salah satu sumber nilai etika dan moral yang paling penting. Selain nilai etika dan moral, seringkali disebutkan nilai spiritual. Agama memiliki dogmanya masing-masing yang berbeda satu sama lainnya. Sampai detik ini, agama masih diyakini pemeluknya sebagai sumber ketenangan, keamanan, dan kedamaian. Agama juga dianggap sebagai sumber pemecahan masalah dalam kehidupan penganutnya. Tetapi, pada kenyataannya, agama tidak jarang menjadi salah satu faktor pemicu ketegangan dan konflik, baik di antara sesama penganut agama itu sendiri, maupun dengan penganut agama lain. Dalam hal ini agama justru menjadi biang keladi dari berbagai penindasan, kekerasan, peperangan, pembunuhan dan kejahatan lain atas nama agama. Agama Justru menjadi sumber permasalahan. Agama, sebagai kumpulan wahyu Tuhan, ketika dipahami dan dihadapkan dengan realitas sosial, ternyata melahirkan berbagai konflik diantara manusia (Gazali, diakses 07 maret 2008, 02:18 WIB).

Terdapat banyak agama di Indonesia, para pemeluk agama tersebut merasa bahwa agamanya yang paling benar dan agama-agama yang lain adalah salah bahkan secara ekstrim bisa dikategorikan sebagai ajaran sesat. Sikap hidup beragama seperti ini tentunya sangatlah tidak kontekstual dengan kondisi masyarakat kita yang semakin hari semakin heterogen dan plural. Bahkan apabila dilihat dengan seksama, ternyata dalam tubuh masing-masing agama sendiri muncul dan berkembang berbagai aliran yang berbeda. Misalnya Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah dalam agama Islam atau Calvinis, Injili, dan Karismatik yang terdapat pada agama Kristen (Gazali, diakses 07 maret 2008, 02:18 WIB ).

Perbedaan agama, budaya, suku, bahasa dan adat-istiadat sesungguhnya merupakan potensi dan kekayaan bangsa Indonesia yang sangat besar. Keragaman tersebut dapat menjadi potensi integrasi dan sekaligus potensi disintegrasi. Apabila perbedaan itu dikelola baik, dengan berlaku adil dan menganggap perbedaan sebagai kekayaan khazanah bangsa, maka dapat menjadi potensi integrasi yang akan membawa dalam persatuan dan kesatuan bangsa sehingga terwujudnya tujuan nasional bangsa. Sebaliknya, apabila perbedaan itu tidak dikelola secara adil, maka ia akan menjadi potensi disintegrasi bangsa yang akan menyebabkan perpecahan dan ketidakharmonisan dalam masyarakat. Karena menyimpan masalah yang besar maka agama selalu menjadi perhatian dalam masyarakat.

Masalah kehidupan beragama di masayarakat Indonesia merupakan masalah yang sangat peka diantara berbagai masalah sosial budaya lainnya. Terjadi suatu masalah sosial akan menjadi semakin rumit jika masalah tersebut menyangkut masalah agama dan kehidupan beragama. Masalah konflik antar agama yang terjadi di Indonesia sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan. Sejumlah tragedi berdarah yang dilatarbelakangi isu agama telah terjadi di Indonesia. Misalnya tragedi Situbondo, Ketapang, Ambon, dan Poso (Saputra, diakses 07 Juli 2009, 19:18 WIB). Segala persoalan yang terjadi hendaknya dapat diselesaikan dengan semangat kerukunan, tenggang rasa, dan dengan semangat kekeluargaan sesuai dengan ajaran agama dan pancasila.

Untuk memelihara kerukunan, dalam Dasuttara Sutta disebutkan ada enam faktor yang membawa keharmonisan dan kerukunan (Saraniya Dhamma). Ke enam faktor itu adalah: (1) Cinta kasih yang diwujudkan dalam perbuatan, (2) Cinta kasih yang diwujudkan dalam tutur kata, termasuk memberi petunjuk dan nasehat, (3) Cinta kasih yang diwujudkan dalam pikiran dan pemikiran, dengan memiliki niat baik pada orang lain, (4) Memberi kesempatan kepada orang lain untuk menikmati keuntungan atau apa saja yang diperoleh secara benar, (5) Di depan umum ataupun pribadi ia menjalankan kehidupan bermoral, tidak berbuat sesuatu yang melukai perasaan orang lain, (6) Memelihara pandangan yang bersih, tidak mempertengkarkan pendapat secara pribadi atau terbuka walau berbeda pandangan (Kaharuddin, 2004:224).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar